WILAYAH KELURAHAN TIDAR SELATAN



Peta Wilayah Kelurahan Tidar Selatan

SEJARAH SINGKAT KELURAHAN TIDAR SELATAN 


Prasasti Mantiasih


Setelah perlawanan Pangeran Diponegoro dapat dikalahkan oleh Belanda ( Perang Diponegoro Tahun 1825-1830 ) banyaknya pengikut setia yang tetap tinggal disekitar Magelang, salah satunya adalah WUNDAR WANGI. Beliau ikut berperang bersama Pangeran Diponegoro disekitar Wilayah Magelang.


Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan oleh Belanda, Kyai Wundar Wangi tetap menetap di Magelang dan Kampung tempat Kyai Wundar Wangi beserta pengikutnya dinamai TIDAR dan sampai saat ini menjadi identitas Kelurahan Tidar.

KELURAHAN TIDAR SELATAN

Dengan ini adanya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, Kelurahan Jurangombo Utara, Kelurahan Jurangombo Selatan, Kelurahan Tidar Utara dan Kelurahan Tidar Selatan.

Kelurahan Tidar Selatan lahir pada hari Senin Pahing tanggal 15 Januari 2007 yang diresmikan oleh Walikota Magelang Bapak Fahriyanto.
Luas wilayah Kelurahan Tidar Selatan adalah 136.9 hektar, Koordinat Bujur 110.226552 Koordinat Lintang -7.514182 dengan ketinggian 380 m dpl.
Kelurahan Tidar Selatan terdiri dari 12 RW dan 45 RT yaitu :

TIDAR CAMPUR RW. I
Merupakan daerah yang penduduknya pada saat itu terdiri dari berbagai daerah yang bermukim dan bekerja sebagai buruh Tebu di Sawe. Sehingga masyarakat pada saat itu memberi tetenger Tidar Campur ( identitas dengan terjadinya intensitas masyarakat di lingkungan tersebut yang datang dari berbagai wilayah ).  

TIDAR SAWE RW. II
Dahulu merupakan Sawah Segiling ( tempat gilingan tebu ) sebelum adanya irigasi dan sawah. Sawah yang ada saat itu sudah disaweni ( atau diberi tenger/tanda jangan ditanami padi atau ketela tapi tebu ). Bukti yang ditemukan adalah :
Pada saat pembangunan Kantor Kecamatan Magelang Selatan telah ditemukan Batu Tungku untuk menumbuk Titis Tebu. Batu tengku tersebut telah disimpan oleh pemborong pembangunan Kantor Kecamatan Magelang Selatan.

TIDAR SALAKAN RW. III
Pada jaman dahulu kala dilakukan babat alas yang dikerjakan oleh Kyai Lenggosono dan Nyai Lenggosono di wilayah Salakan yang kemudian oleh seorang Lurah pada tahun 1911, beliau berdua disebut sebagai pepunden wilayah itu dan masyarakat menyebutnya dengan Kyai Topo dan Nyai Topo yang setiap tahunnya oleh masyarakat selalu dikirim doa dengan upacara ritual sadranan dengan mengirim berbagai makanan yang dikemas memakai tenongan dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

TIDAR WARUNG RW. IV, V DAN VI
Sebelum adanya irigasi di daerah KOPTI ( sekarang ) sampai dengan Percetakan PODOREJO ( Jl. Beringin VI ) di sepanjang jalan tersebut berdiri warung-warung untuk kegiatan transaksi jual beli pedagang seberang sungai elo dengan masyarakat Kota Magelang.
Cikal bakal
Adanya Nyai Semendi ( makamnya terletak di makam umum Trunan dan Tidar Warung sampai saat ini ).
Bisa disaksikan dlm film babad Tidar Warung
 https://youtu.be/nJsqTaVS5GY

TRUNAN ( RW. VII, VIII DAN IX )
Bahwa di wilayah tersebut pada jaman dahulu berdiam seorang sesepuh yang masih merupakan kerabat dari kerajaan Mataram dimana masyarakat setempat pada jaman itu menyebut MBAH KYAI TRUNO beserta isterinya NYAI TRUNO, karena kebesaran namanya, sehingga masyarakat saat itu masih mengenangnya dengan memberikan nama wilayah itu disebut TRUNAN.
Kegiatan sosial yang masih berjalan sampai saat ini setiap tahun masyarakat Trunan melaksanakan kegiatan sadran (nyadran) di Gunung Tidar.

TANON ( TIDAR SARI ) RW. X, XI DAN XII
Sebelum tahun 1945 tempat tersebut merupakan tempat meletakkan senjata Kanon oleh tentara Belanda untuk menggempur wilayah timur seberang sungai Elo saat itu. Kemudian pada jaman orde baru merupakan tempat pindahan warga dari bekas terminal lama Kota Magelang yang disebut Barakan (Rejomulyo) dipindahkan ke
 Tanon, karena tempat tersebut untuk terminal bus.

Komentar